A.
PENDAHULUAN
Semua sumber daya yang terdapat di langit dan di
bumi disediakan Allah SWT untuk kebutuhan manusia, agar manusia dapat
menikmatinya secara sempurnya, lahir dan batin, material dan spritual. Allah
berfirman dalam QS. Lukman: 20 yang artinya
“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah SWT telah menundukkan untuk
(kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan
untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin”.
Al Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian luas. Al Qur’an menekankan manfaat
dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus mempunyai hubungan
dengan kebutuhan manusia. Berarti barang itu harus diproduksi untuk memenuhi
kebutuhan manusia, bukan untuk memproduksi barang mewah secara berlebihan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenaga kerja yang dikeluarkan
untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif.
Namun demikian, Al Qur’an memberi
kebebasan yang luas bagi manusia untuk berusaha memperoleh kekayaan yang lebih
banyak lagi dalam menuntut kehidupan ekonomi. Dengan memberikan landasan rohani
bagi manusia sehingga sifat manusia yang semula tamak dan mementingkan diri
sendiri menjadi terkendali. Dalam surat al Ma’aarij dijelaskan ada beberapa
sifat alami manusia yang menjadi azas semua kegiatan ekonomi yaitu :
“sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” Sifat tamak
manusia menjadikan manusia berkeluh kesah, tidak sabar dan gelisah dalam
perjuangan mendapatkan kekayaan. Dengan begitu akan memacu manusia untuk
melakukan kegiatan yang produktif. Manusia akan giat untuk memuaskan
kebutuhannya yang terus bertambah, sehingga akibatnya manusia cenderung
melakukan kerusakan (mafsadat) di muka bumi. Dari sifat dasar manusia yang
tamak itu pula menyebabkan manusia memiliki dorongan yang kuat dan bimbingan
serta arahan yang benar dan pasti akan menjadikan manusia memiliki sifat mulia.
Kemajuan manusia akan terus berlanjut sepanjang mereka terus berjuang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Daya ciptanya yang tinggi akan terus menghasilkan
produk-produk baru dan metode serta teknik produksi yang makin sempurna,
sehingga mampu menjaga taraf hidup manusia seiring dengan perubahan zaman.
Sifat-sifat dasar manusia dijelaskan dalam surat lain yaitu Ali Imran ayat 14
yang artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diinginkan, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak
dari jenis emas, perak, kuda pilihan,binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah lah tempat kembali yang
baik (syurga).”
Keinginan yang tidak terbatas untuk
selalu dipenuhi dan memuaskan kehendak pada manusia semakin lama akan semakin
tinggi. Karena itu jika tidak terdapat arahan yang baik, hal itu akan mendorong
manusia melakukan kerusakan di muka bumi, seperti yang terjadi saat ini. Al
Qur’an memberikan pandangan hidup yang seimbang. Di satu sisi Islam membantu
pertumbuhan yang sehat dan mulia bagi masyarakat. Di sisi lain Islam memberi
rangsangan terhadap adanya aktivitas produktif. Karena itu Islam membuka kesempatan
bagi riset dan penelitian yang sekiranya dapat meningkatkan kesejahteraan manusia.
Ada beberapa sabda Rasulullah yang menegaskan pentingnya ikhtiar untuk memperoleh
kebutuhan materi dalam kehidupan, yaitu : “Memperoleh penghidupan yang halal
merupakan kewajiban yang paling penting setelah kewajiban menunaikan shalat.”
“Apabila telah selesai kau tunaikan
shalat Subuh, janganlah kamu tidur hingga kamu sendiri telah berusaha untuk
mendapatkan nafkah.”
“Terdapat dosa-dosa tertentu yang hanya
dapat dihapuskan dengan berusaha secara tetap dalam masalah ekonomi.”Dari
beberapa hadits tersebut menunjukkan bahwa manusia dianjurkan untuk selalu
berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup yang salah satunya dengan cara berproduksi.
Menurut Hasan
Al Banna ruang lingkup keilmuan ekonomi islam lebih luas dibandingkan dengan
ekonomi konvensional. Ekonomi islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan
materi yang bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan
materi yang bersifat abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi
manusia sebagai hamba Allah SWT. Al-Qur'an juga telah memberikan tuntunan visi
bisnis yang jelas yaitu visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari
keuntungan sesaat tetapi "merugikan", melainkan mencari keuntungan
yang secara hakikat baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya
(pengaruhnya). Salah satu aktifitas bisnis dalam hidup ini adalah adanya
aktifitas produksi.
B.
PERMASALAHAN
Dari
uraian diatas maka permasalahan yang dapat diangkat adalah: Apa tujuan produksi
dalam perspektif islam?
C.
TEORI
DAN PEMBAHASAN
a.
Pengertian
Produksi
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata
"produksi" dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara
harfiyah dimaknai dengan ijadu sil'atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu)
atau khidmatu mu'ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min 'anashir alintaj
dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut
adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu
yang terbatas).
Produksi menurut Kahf mendefinisikan kegiatan produksi
dalam perspektif islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya
kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai
tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia
dan akhirat.
Dari dua pengertian diatas produksi dimaksudkan untuk
mewujudkan suatu barang dan jasa yang digunakan tidak hanya untuk kebutuhan
fisik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non fisik, dalam artian yang lain
produksi dimaksudkan untuk menciptakan mashlahah bukan hanya menciptakan
materi.
Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan
menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk
mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa
yang bisa dilakukan manusia dalam "memproduksi" tidak sampai pada
merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya
mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi
(ekstraktif). Memindahkannya dari tempat yang tidak membutuhkan ke tempat yang
membutuhkannya, atau menjaganya dengan cara menyimpan agar bisa dimanfaatkan di
masa yang akan datang atau mengolahnya dengan memasukkan bahan-bahan tertentu,
menutupi kebutuhan tertentu, atau mengubahnya dari satu bentuk menjadi bentuk
yang lainnya dengan melakukan sterilisasi, pemintalan, pengukiran, atau
penggilingan, dan sebagainya. Atau mencampurnya dengan cara tertentu agar
menjadi sesuatu yang baru.
Prinsip fundamental yang harus selalu
diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Bahkan
dalam sistem kapitalis terdapat seruan untuk memproduksi barang dan jasa yang
didasarkan atas azas kesejahteraan ekonomi. Keunikan konsep Islam mengenai
kesejahteraan ekonomi terletak pada kenyataan bahwa hal itu tidak dapat
mengabaikan pertimbangan kesejahteraan umum lebih luas yang menyangkut
persoalan-persoalan moral, pendidikan, agama dan banyak hal lainnya. Dalam ilmu
ekonomi modern, kesejahteraan ekonomi diukur dari segi uang. Seperti ungkapan
Profesor Pigou bahwa : “Kesejahteraan ekonomi kira-kira dapat didefinisikan
sebagai bagian kesejahteraan yang dapat dikaitkan dengan alat pengukur uang.”
Dalam sistem produksi Islam konsep kesejahteraan
ekonomi digunakan dengan cara yang lebih luas. Menurut Afzalur Rahman dalam
bukunya Doktrin Ekonomi Islam, konsep kesejahteraan ekonomi Islam terdiri dari
bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh meningkatnya produksi dari hanya
barang-barang yang berfaedah melalui pemanfaatan sumber-sumber daya secara
maksimum –baik manusia maupun benda- demikian juga melalui ikut sertanya jumlah
maksimum orang dalam proses produksi. Dengan demikian, perbaikan sistem
produksi dalam Islam tidak hanya berarti meningkatnya pendapatan, yang dapat
diukur dari segi uang, tetapi juga perbaikan dalam memaksimalkan terpenuhinya
kebutuhan kita dengan usaha minimal tetapi tetap memerhatikan tuntunan
perintah-perintah Islam tentang konsumsi.
Oleh karena itu, dalam sebuah negara
Islam kenaikan volume produksi saja tidak akan menjamin kesejahteraan rakyat
secara maksimum. Mutu barang-barang yang diproduksi yang tunduk pada perintah
Al Qur’an dan sunnah, juga harus diperhitungkan dalam menentukan sifat
kesejahteraan ekonomi. Demikian pula kita harus memperhitungkan akibat-akibat
tidak menguntungkan yang akan terjadi dalam hubungannya dengan perkembangan
ekonomi bahan-bahan makanan dan minuman terlarang. Suatu negara Islam tidak
hanya akan menaruh perhatian untuk menaikkan volume produksi tetapi juga untuk
menjamin ikut sertanya jumlah maksimum orang dalam proses produksi. Di
negara-negara kapitalis modern kita temukan perbedaan yang mencolok karena cara
produksi dikendalikan oleh segelintir kapitalis. Oleh karena itu sistem
produksi dalam suatu negara Islam harus dikendalikan oleh kriteria objektif dan
subjektif; kriteria yang objektif akan tercermin dalam bentuk kesejahteraan
yang dapat diukur dari segi uang, dan kriteria subjektif dalam bentuk
kesejahteraan yang dapat diukur dari segi etika ekonomi yang didasarkan atas
perintah-perintah kitab suci Al Qur’an dan Sunnah.
b.
Penting
Produksi
Pentingnya peranan produksi dalam memakmurkan kehidupan
suatu bangsa dan taraf hidup manusia, disebutkan dalam beberapa ayat dan
hadits, seperti : Surat al Qashash ayat 73 : “Supaya kamu mencari sebagian dari
karuniaNya.”
Surat ar Rum ayat 23 : “Dan usahamu
mencari bagian dari karuniaNya.” Apabila dikaji secara terperinci dalam
AlQur’an, maka kita akan mendapatkan bahwa penekanan atas usaha manusia untuk
memperoleh sumber penghidupan merupakan salah satu prinsip ekonomi yang
mendasar di dalam Islam. Dalam berbagai ayat AlQur’an telah merujuk secara
singkat berbagai cara yang dibolehkan bagi manusia untuk memanfaatkan sumber
alam yang tak ternatas dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia yang tak
terbatas. Al Qur’an bukan hanya membenarkan dan mengakui kenyataan bahwa umat
Islam harus terus berjuang secara sungguh-sungguh dan terus mengingatkan
keadaan sosial dan ekonomi, tetapi telah juga mendorong untuk meningkatkan cara
dan teknik produksi agar orang/bangsa itu tidak ketinggalan dengan orang/bangsa
lain.
Tujuan utama Allah menciptakan bumi
ialah untuk diberikan kepada manusia agar dapat mempergunakan sumber-sumber
yang ada di bumi untuk memperoleh rizki. Tersedianya rizki berkaitan erat
dengan usaha manusia. Usaha yang keras akan menghasilkan sesuatu yang optimal,
ganjaran dan kemurahan dan keberhasilan yang tidak ada batasnya. Bagi Islam,
memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk dikonsumsi sendiri atau dijual ke
pasar. Dua motivasi itu belum cukup karena masih terbatas pada fungsi ekonomi.
Islam menekankan bahwa setiap kegiatan
produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial (Q.S. Al Hadid (57): 7). Agar
mampu mengemban fungsi sosial seoptimal mungkin, kegiatan produksi harus
melampaui surplus untuk mencukupi kebutuhan konsumtif dan meraih keuntungan
finansial, sehingga bisaberkontribusi kehidupan sosial. Melalui konsep ini,
kegiatan produksi harus bergerak di atas dua garis optimalisasi. Optimalisasi
pertama adalah mengupayakan berfungsinya sumber dayainsani ke arah pencapaian
kondisi full employment (tanpa
pengangguran), dimana setiap orang menghasilkan karya kecuali mereka yang udzur
syar’i (sakit atau lumpuh). Optimalisasi kedua memproduksi berdasarkan skala
prioritas yaitu kebutuhan primer (dharuriyyat), lalu kebutuhan sekunder
(hajiyyat) dan kebutuhan tersier (tahsiniyyat) secara proporsional.
c.
Faktor-Faktor
Produksi
Dalam pandangan Baqir Sadr (1979), ilmu
ekonomi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: Perbedaan ekonomi islam dengan
ekonomi konvesional terletak pada filosofi ekonomi, bukan pada ilmu ekonominya.
Filosofi ekonomi memberikan pemikiran dengan nilai-nilai islam dan
batasan-batasan syariah, sedangkan ilmu ekonomi berisi alat-alat analisis
ekonomi yang dapat digunakan.
Dengan kata lain, faktor produksi dalam perspektif ilam dengan faktor produksi ekonomi konvensional adalah sama. Secara umum
faktor produksi yaitu :
o Tanah
Tanah mengandung pengertian yang luas, yaitu termasuk semua sumber yang
kita peroleh dari udara, laut, gunung, dan sebagainya, sampai keadaan geografi,
angin, dan iklim yang terkandung dalam tanah.Termasuk dalam faktor produksi
tanah adalah :
a)
Bumi (tanah) merupakan
permukaan tanah yang di atasnya kita dapat berjalan, mendirikan bangunan,
rumah, perusahaan.
b)
Mineral, seperti logam,
bebatuan dan sebagainya yang terkandung di dalam tanah yang juga dapat
dimanfaatkan oleh manusia.
c)
Gunung, merupakan suatu
sumber lain yang menjadi sumber tenaga asliyang membantu dalam mengeluarkan
harta kekayaan. Gunung-gunung berfungsi sebagai penadah hujan dan menajdi
aliran sungai-sungai dan melaluinya semua kehidupan mendapatkan rizki
masing-masing.
d)
Hutan, merupakan sumber
kekayaan alam yang penting. Hutan memberikan bahan api, bahan-bahan mentah
untuk industri kertas, damar, perkapalan, perabotan rumah tangga, dan
sebagainya.
e)
Hewan, mempunyai kegunaan
memberikan daging, susu, dan lemak untuk tujuan ekonomi, industri dan
perhiasan. Sebagian lagi digunakan untuk kerja dan pengangkutan.
Baik Al Qur’an maupun sunnah banyak
memberikan tekanan pada pembudidayaan tanah secara baik. Dengan demikian, Al
Qur’an menaruh perhatian akan perlunya mengubah tanah kosong menjadi
kebun-kebun dengan mengadakan pengaturan pengairan, dan menanaminya dengan
tanaman yang baik. Seperti KalamNya dalam surat As Sajadah ayat 27 : “Dan
apakah mereka tidak memerhatikan bahwasanya Kami menghalau hujan ke bumi yang
tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan tanam-tanaman yang daripadanya
dapat makan binatang-binatang ternak mereka dan mereka sendiri”.
Tanah dapat dipandang dari dua sisi
yaitu :
a. Tanah sebagai Sumber Daya Alam
Seorang Muslim dapat memperoleh hak
milik atas sumber-sumber daya alam setelah memenuhi kewajibannya terhadap
masyarakat. Penggunaan dan pemeliharaan sumber-sumber daya alam itu dapat
menimbulkan dua komponen penghasilan, yaitu : (a) penghasilan dari
sumber-sumber daya alam sendiri (yaitu sewa ekonomis murni) dan (b) penghasilan
dari perbaikan dalam penggunaan sumbersumber daya alam melalui kerja manusia
dan modal. Jadi manusia berhak untuk memanfaatkan dan memiliki tanah untuk
dipergunakan dalam mencari nafkah dan menggunakannya sebagai salah satu faktor
produksi.
b. Tanah sebagai Sumber Daya yang Dapat
Habis (Exhaustable).
Menurut pandangan Islam sumber daya yang
dapat habis adalah milik generasi kini maupun generasi-generasi masa yang akan
datang. Generasi kini tidak berhak untuk menyalahgunakan sumber-sumber daya
yang dapat habis sehingga menimbulkan bahaya bagi generasi yang akan datang.
Dari analisis tersebut, hipotesis atau kebijaksanaan pedoman dapat disusun
sebagai berikut :
ü Pembangunan
pertanian pada negara-negara Islam dapat ditingkatkan melalui metode penanaman
yang intensif dan ekstensif jika dilengkapi dengan suatu program pendidikan moral,
berdasarkan ajaran Islam.
ü Penghasilan
yang diperoleh dari penggunaan sumber daya yang dapat habis (exhaustable resources) lebih digunakan
untuk pembangunan lembaga-lembaga sosial (seperti universitas, rumah sakit) dan
untuk infrastruktur fisik daripada konsumsi sekarang ini.
ü Sewa
ekonomis murni boleh lebih digunakan untuk memenuhi tingkat pengeluaran
konsumsi sekarang ini.
o Tenaga Kerja
Tenaga kerja atau buruh
merupakan faktor produksi yang diakui di setiap sistem ekonomi terlepas dari
kecenderungan ideologi mereka. Kekhususan perburuhan seperti kemusnahan,
keadaan yang tidak terpisahkan dari buruh itu sendiri, ketidakpekaan jangka
pendek terhadap permintaan buruh, dan yang mempunyai sikap dalam penentuan
upah, merupakan hal yang sama pada semua sistem. Tenaga kerja adalah segala
usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan atau pikiran untuk
mendapatkan imbalan yang pantas. Termasuk semua jenis kerja yang dilakukan
fisik maupun pikiran. Manusia diciptakan untuk bekerja dan mencari penghidupan
masing-masing.
Seperti disebutkan dalam surat al Balad
ayat 4 : “Sesungguhnya Kami menciptakan manusia padahal dia dalam kesusahan.” Kabad
berarti kesusahan, kesukaran, perjuangan dan kesulitan akibat bekerja keras.
Ini merupakan suatu cobaan bagi manusia yaitu dia ditakdirkan berada pada
kedudukan yang tinggi (mulia) tetapi kemajuan tersebut dapat dicapai melalui
ketekunan dan bekerja keras. Di samping itu pengertian “kabad” juga menunjukkan bahwa manusia hendaknya berupaya
untuk melakukan dan menanggung segala kesukaran dan kesusahan dalam perjuangan
untuk mencapai tujuan.
Rasulullah saw, senantiasa menyuruh
umatnya bekerja dan tidak menyukai manusia yang bergantung kepada kelebihan
saja. Dalam Islam, buruh bukan hanya suatu jumlah usaha atau jasa abstrak yang
ditawarkan untuk dijual pada para pencari tenaga kerja. Mereka yang mempekerjakan
buruh mempunyai tanggung jawab moral dan sosial. Dalam kenyataannya, seorang
pekerja modern memiliki tenaga kerja yang berhak dijualnya dengan harga
setinggi mungkin (upah tinggi). Tetapi dalam Islam ia tidak mutlak bebas untuk
berbuat apa saja yang dikehendakinya dengan tenaga kerjanya itu. Baik pekerja
maupun majikan tidak boleh saling memeras. Semua tanggung jawab buruh tidak
berakhir pada waktu seorang pekerja meninggalkan pabrik majikannya. Ia
mempunyai tanggung jawab moral untuk melindungi kepentingan yang sah, baik
kepentingan para majikan maupun para pekerja yang kurang beruntung. Dengan
demikian, dalam Islam buruh digunakan dalam arti yang lebih luas namun lebih
terbatas. Lebih luas, karena hanya memandang pada penggunaan jasa buruh di luar
batas-batas pertimbangan keuangan. Terbatas dalam arti bahwa seorang pekerja
tidak secara mutlak bebas untuk berbuat apa saja yang dikehendakinya dengan
tenaga kerjanya itu.
Tenaga kerja secara umum dibagi menjadi
beberapa tingkat yaitu :
a)
Tenaga kerja kasar/buruh
kasar, misalnya pekerja bangunan, pandai besi, dan sebagainya. Allah memuliakan
hambanya meskipun yang bekerja sebagai pekerja kasar. Banyak ayat dan riwayat yang
membahas tentang kegiatan para nabi terkait dengan peghargaan terhadap para
pekerja kasar –pekerja/tukang Nabi Sulaiman, Nabi Hud dengan pembuatan kapal,
dan sebagainya.
b)
Tenaga kerja terdidik. Dalam
al Qur’an disebutkan tentang tenaga ahli. Cerita tentang Nabi Yusuf yang diakui
pengetahuan dan kejujurannya oleh raja yang mempercayakan tugas mengurus dan menjaga
gudang padi dan sebagainya. Hal itu menunjukkan bahwa faktor keahlian dan
pendidikan menjadi sangat penting dalam bekerja.
Kriteria Pemilihan Tenaga
Kerja
1)
Pemilihan tenaga kerja
tergantung ketersediaan/penawaran tenaga kerja. Sedangkan penawaran tenaga
kerja tergantung pada beberapa faktor : Kecakapan tenaga kerja, merupakan
keahlian dan ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Islam menjunjung
tinggi hasil kerja yang cakap dan memerintahkan umat Islam untuk mengajarkan
semua jenis kerja dengan tekun dan sempurna. Kecakapan tenaga kerja tergantung
pada tiga faktor yaitu : kesehatan fisik, mental dan moral serta pendidikan dan
pelatihan bagi para pekerja.
2)
Mobilisasi tenaga kerja,
merupakan pergerakan tenaga kerja dari suatu kawasan geografi ke kawasan yang
lain. Mobilisasi terkait erat dengan kondisi ekonomi pekerja. Mobilisasi
dipengaruhi oleh faktor tingkat upah, dimana biasanya pekerja akan berupaya
untuk mencari tempat kerja yang memberikan tingkat upah lebih tinggi. Al Qur’an
membolehkan adanya mobilisasi tenaga kerja demi untuk mencari penghidupan yang
lebih baik.
3)
Penduduk, jumlah penduduk
merupakan faktor yang sangat memengaruhi terhadap penawaran tenaga kerja.
Idealnya pertumbuhan penduduk seiring/seimbang dengan pertumbuhan lapangan
kerja (pertumbuhan ekonomi).
Kebebasan Bekerja
Islam memberikan kebebasan dalam hal
mencari lapangan pekerjaan baik macam maupun wilayah kerja demi mendapatkan
kehidupan yang lebih baik. Namun Islam tetap menggariskan bahwa ada pekerjaan
yang halal dan haram.
Kemuliaan Bekerja
Setiap pekerjaan yang halal terbuka
untuk semua orang tanpa memandang warna kulit, keturunan atau kepercayaan.
Islam mengajarkan umatnya agar menghormati saudara seagama tanpa memandang
pekerjaan dan ia memberikan kemuliaan dan status kepada golongan buruh.
AlQur’an membuat banyak contoh tentang kehidupan para Rasul yang bekerja dengan
tenaga sendiri untuk kehidupannya.
o Modal
Modal merupakan asset yang digunakan
untuk distribusi asset yang berikutnya. Modal dapat memberikan kepuasan pribadi
dan membantu untuk menghasilkan kekayaan yang lebih banyak. Pentingnya modal
dalam kehidupan manusia ditunjukkan dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 14
yang artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading.
Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik
(syurga).” Kata mataa’u berarti modal berupa emas dan perak, kuda yang bagus
dan ternak (termasuk bentuk modal yang lain). Kata zainu menunjukkan
kepentingan modal bagi kehidupan manusia.
Sedangkan Rasulullah menekankan
kepentingan modal dalam sabdanya : “Tidak boleh iri kecuali kepada dua perkara
yaitu : orang yang hartanya digunakan untuk jalan kebenaran dan orang yang ilmu
pengetahuannya diamalkan kepada orang lain.” Dari hadits tersebut diketahui
bahwa mencari ilmu sama pentingnya dengan mencari harta.
Ada beberapa faktor yang menentukan
terhadap pengumpulan modal yaitu :
1)
Peningkatan pendapatan,
dapat dilakukan melalui cara yang bersifat wajib : pembayaran zakat dan
larangan mengenakan bunga. Sedangkan cara pilihan yaitu dengan penggunaan harta
anak yatim, penanaman modal secara tunai dan melalui warisan.
2)
Menghindari sikap
berlebih-lebihan, dalam hal ini adalah mengurangi kebiasaan melakukan
pembelanjaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan, menghindari gaya hidup mewah
dan mubazir.
3)
Pembekuan modal, cara ini
dapat menyebabkan berkurangnya modal yang dapat digunakan. Islam membenci
kegiatan pembekuan modal atau menyimpan harta bukan untuk digunakan dalam
kegiatan produktif. Hal ini seperti disampaikan dalam surat Al Ma’arij ayat 18
yang artinya : “Dan menghimpun (harta) lalu menyimpannya (tidak membayarkan
zakatnya).”
4)
Keselamatan dan keamanan,
dalam proses penghimpunan modal, perlu adanya rasa aman dan ketentraman dalam
negara dimana lokasi penanaman modal itu dilakukan. Bila ada jaminan
keselamatan dan keamanan dalam suatu negara, maka rakyat akan lebih giat dalam
melakukan pemupukan modal.
Dalam perspektif ekonomi konvensional,
modal dapat tumbuh dari sebagian pendapatan yang ditabungkan oleh masyarakat.
Besarnya tabungan dipengaruhi oleh tingkat bunga. Menurut ekonom konvensional,
semakin tinggi tingkat bunga semakin besar imbalan tabungan, semakin tinggi
pula kecenderungan untuk menabung dan sebaliknya. Menurut Keynes, tingkat bunga
yang tinggi akan menekan kegiatan ekonomi dan menyebabkan volume penanaman
modal yang lebih kecil. Sebagai akibatnya, pendapatan uang yang terkumpul akan
mengecil, dan dengan adanya kecenderungan yang sama untuk menabung, volume
tabungan akan berkurang. Kenyataannya adalah bahwa jika individu-individu
rasional, mereka mungkin lebih banyak menabungkan penghasilan mereka, bila
tingkat bunganya tinggi. Suatu tingkat bunga yang tinggi berarti lebih
tingginya imbalan bagi tabungan. Oleh karena itu, berdasarkan alasan-alasan
murni, orang akan lebih banyak menabung. Yang terpenting dalam hal ini ialah
bahwa modal dapat juga tumbuh dalam perekonomian masyarakat yang bebas bunga.
Islam membolehkan adanya laba yang berlaku sebagai insentif untuk menabung.
Islam membolehkan dua cara pembentukan modal yang berlawanan yaitu konsumsi
sekarang yang berkurang (mengurangi tingkat konsumsi untuk menabung) dan
konsumsi mendatang yang bertambah. Dengan demikian memungkinkan modal memainkan
peranan yang sesungguhnya dalam proses produksi.
o Organisasi
Organisasi atau manajemen merupakan
proses merencanakan dan mengarahkan kegiatan usaha perusahaan untuk mencapai
tujuan. Organisasi memegang peranan penting dalam kegiatan produksi. Pentingnya
perencanaan dan organisasi dapat dilihat pada hakikat bahwa Allah sendiri
adalah perencana yang terbaik. Seperti disebutkan dalam surat Ali Imran ayat
173 yang artinya : “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Dialah sebaik-baik
pelindung.”
Peranan organisasi dalam Islam sangat
penting, apalagi jika dikaitkan dengan kegiatan produksi. Ada beberapa ciri
mendasar yang harus dimiliki oleh organisasi Islam terkait dengan fungsinya
sebagai salah satu faktor produksi, yaitu :
a)
Dalam ekonomi Islam yang
pada hakekatnya lebih berdasarkan ekuiti (equity-based) daripada berdasarkan
pinjaman (loan-based), para manajer cenderung mengelola perusahaan yang
bersangkutan dengan pandangan untuk membagi dividen di kalangan pemegang saham
atau berbagi keuntungan di antara mitra suatu usaha ekonomi. Sifat motivasi
organisasi demikian sangatlah berbeda dalam arti bahwa mereka cenderung untuk
mendorong kekuatan-kekuatan koperatif melalui berbagai bentuk investasi
berdasarkan persekutuan dalam bermacam-macam bentk seperti musyarakah,
mudharabah, dan lain-lain.
b)
Sebagai akibatnya,
pengertian tentang keuntungan biasa mempunyai arti yang lebih luas dalam
kerangka ekonomi Islam karena bunga pada modal tidak dapat dikenakan lagi.
Modal manusia yang diberikan oleh manajer harus diintegrasikan dengan modal
yang berbentuk uang. Perilaku mengutamakan kepentingan orang lain dalam Islam,
mungkin berbedadalam kenyataan dan siasat pengelolaannya, kecuali bila secara
kebetulan perilaku sebenarnya dari organisasi tersebut serupa dengan tindakan
yang diperlukan dalam memaksimalkan keuntungan. Hal ini tidak berarti bahwa manajemen
tidak berusaha untuk mencari laba. Arti yang sesungguhnya bahwa organisasi
Islam sebagai faktor produksi berbeda dengan organisasi dalam ekonomi
konvensional/secular, baik pada tingkatan konseptual maupun pada tingkatan operasional
dalam usaha menyelaraskan banyaknya tujuan yang tunduk pada kendala-kendala
keuntungan.
c)
Karena sifat terpadu
organisasi inilah tuntutan akan integritas moral, ketepatan dan kejujuran dalam
proses perakunan (accounting) jauh
lebih diperlukan daripada dalam organisasi sekuler.
d) Faktor manusia dalam produksi dan strategi usaha mempunyai
signifikansi lebih diakui dibandingkan dengan strategi manajemen lainnya yang didasarkan
pada memaksimalkan keuntungan atau penjualan.
d.
Penetapan
Upah
Ada berbagai pendapat tentang penetapan
upah, diantaranya : Upah ditetapkan berdasarkan tingkat kebutuhan hidup atau
berdasarkan ketentuan produktivitas marginal.
Islam menganjurkan dalam perjanjian
tentang upah kedua pihak (pengusaha dan pekerja) harus bersikap jujur dan adil,
sehingga tidak terjadi tindakan aniaya terhadap pekerja maupun majikan. Aniaya
terhadap pekerja berarti mereka tidak dibayar secara adil, sedangkan aniaya
terhadap majikan yaitu mereka dipaksa oleh kekuatan industri untuk membayar
upah melebihi kemampuan mereka.
Upah ditetapkan berdasarkan prinsip
keadilan melalui proses negosiasi antara pekerja, majikan dan negara. Peran
negara (pemerintah) adalah menetapkan tingkat upah minimum dengan
mempertimbangkan perubahan kebutuhan dari pekerja golongan bawah. Tingkat upah
minimum sewaktu-waktu harus ditinjau kembali untuk melakukan penyesuaian
berdasarkan perubahan tingkat harga dan biaya hidup. Tingkat maksimumnya
ditentukan berdasarkan sumbangan tenaganya dan nilainya sangat bervariasi.
e.
Tujuan
Produksi
Tujuan dari kegiatan produksi mencapai
dua hal pokok pada tingkat pribadi muslim dan umat Islam adalah :
1)
Memenuhi kebutuhan setiap
individu. Di dalam ekonomi Islam kegiatan produksi menjadi sesuatu yang unik
dan istimewa sebab di dalamnya terdapat faktor itqan (profesionalitas) yang dicintai Allah dan ihsan yang diwajibkan
Allah atas segala sesuatu. Pada tingkat pribadi muslim, tujuannya adalah
merealisasi pemenuhan kebutuhan baginya.
2)
Merealisasikan kemandirian
umat, hendaknya umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan prasarana yang
memungkinkan terpenuhinya kebutuhan material dan spiritual.
Dalam upaya merealisasikan pemenuhan
kebutuhan umat ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
o Melakukan perencanaan. Perencanaan yang dilakukan seperti disyari’atkan
oleh Nabi Yusuf adalah selama 15 tahun. Perencanaannya mencakup produksi,
penyimpanan, pengeluaran dan distribusi.
o Mempersiapkan sumberdaya manusia dan pembagian tugas yang baik.
o Memperlakukan sumber daya alam dengan baik.
o Keragaman produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan umat.
o Mengoptimalkan fungsi kekayaan berupa mata uang.
f.
Pola
Produksi
Berdasarkan
pertimbangan kemashlahatan (altruistic
considerations) itulah, menurut Muhammad Abdul Mannan, pertimbangan
perilaku produksi tidak semata-mata didasarkan pada permintaan pasar (given demand conditions). Kurva
permintaan pasar tidak dapat memberikan data sebagai landasan bagi suatu
perusahaan dalam mengambil keputusan tentang kuantitas produksi. Sebaliknya
dalam sistem konvensional, perusalas arikan kebebasan untuk berproduksi, namun
cenderung terkonsentrasi pada output yang menjadi permintaan pasar (effective demand), sehingga dapat
menjadikan kebutuhan riil masyarakat terabaikan. Dari sudut pandang fungsional,
produksi atau proses pabrikasi (manufacturing)
merupakan suatu aktivitas fungsional yang dilakukan oleh setiap perusahaan
untuk menciptakan suatu barang atau jasa sehingga dapat mencapai nilai tambah (value added). Dari fungsinya demikian,
produksi meliputi aktivitas produksi sebagai berikut; apa yang diproduksi,
berapa kuantitas produksi, kapan produksi dilakukan, mengapa suatu produk
diproduksi, bagaimana proses produksi dilakukan dan siapa yang memproduksi.
Berikut ini adalah aktivitas produksi :
1)
Apa yang diproduksi
erdapat dua pertimbangan yang mendasari pilihan jenis dan macam suatu
produk yang akan diproduksi; ada kebutuhan yang harus dipenuhi masyarakat
(primer, sekunder, tertier) dan ada manfaat positif bagi perusahan dan
masyarakat (harus memenuhi kategori etis dan ekonomi).
2)
Berapa kuantitas yang diproduksi;
bergantung kepada motif dan resiko
Jumlah produksi di pengaruhi dua faktor; intern dan ekstern; faktor intern
meliputi sarana dan prasarana yang dimiliki perusahan, faktor modal, faktor
SDM, faktor sumber daya lainnya. Adapun faktor ekstern meliputi adanya jumlah
kebutuhan masyarakat, kebutuhan ekonomi, market share yang dimasuki dan
dikuasai, pembatasan hukum dan regulasi.
3)
Kapan produksi dilakukan Penetapan waktu
produksi, apakah akan mengatasi kebutuhan eksternal atau menunggu tingkat
kesiapan perusahaan.
4)
Mengapa suatu produk diproduksi
ü Alasan ekonomi
ü Alasan kemanusiaan
ü Alasan politik
5)
Dimana produksi itu dilakukan
ü Kemudahan memperoleh suplier bahan dan alat-alat produksi
ü Murahnya sumber-sumber ekonomi
ü Akses pasar yang efektif dan efisien
ü Biaya-biaya lainnya yang efisien
6)
Bagaimana proses produksi dilakukan:
input- proses - out put - out come
7)
Siapa yang memproduksi; negara, kelompok
masyarakat, individu
Dengan demikian masalah barang apa yang harus diproduksi (what), berapa jumlahnya (how
much), bagaimana memproduksi (how),
untuk siapa produksi tersebut (for whom),
yang merupakan pertanyaan umum dalam teori produksi tentu saja merujuk pada
motifasi-motifasi Islam dalam produksi.
g.
Etika
Produksi
Etika sebagai praktis berarti : nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktikan atau justru
tidak dipraktikan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika sebagai refleksi
adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa
yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan. Secara filosofi etika memiliki arti yang luas sebagai pengkajian
moralitas. Terdapat tiga bidang dengan fungsi dan perwujudannya yaitu etika
deskriptif (descriptive ethics), dalam konteks ini secara normatif menjelaskan
pengalaman moral secara deskriptif berusaha untuk mengetahui motivasi, kemauan
dan tujuan sesuatu tindakan dalam tingkah laku manusia. Kedua, etika normatif (normative ethics), yang berusaha
menjelaskan mengapa manusia bertindak seperti yang mereka lakukan, dan apakah
prinsip-prinsip dari kehidupan manusia. Ketiga, metaetika (metaethics), yang berusaha untuk memberikan arti istilah dan bahasa
yang dipakai dalam pembicaraan etika, serta cara berfikir yang dipakai untuk
membenarkan pernyataan-pernyataan etika. Metaetika mempertanyakan makna yang
dikandung oleh istilah-istilah kesusilaan yang dipakai untuk membuat
tanggapan-tanggapan kesusilaan.
Apa yang mendasari para pengambil
keputusan yang berperan untuk pengambilan keputusan yang tak pantas dalam
bekerja? Para manajer menunjuk pada tingkah laku dari atasan-atasan mereka dan
sifat alami kebijakan organisasi mengenai pelanggaran etika atau moral.
Karenanya kita berasumsi bahwa suatu organisasi etis, merasa terikat dan dapat
mendirikan beberapa struktur yang memeriksa prosedur untuk mendorong oragnisasi
ke arah etika dan moral bisnis. Organisasi memiliki kode-kode sebagai alat
etika perusahaan secara umum. Tetapi timbul pertanyaan: dapatkah suatu
organisasi mendorong tingkah laku etis pada pihak manajerial-manajerial pembuat
keputusan.
Jika kita berbicara tentang nilai
dan akhlak dalam ekonomi dan mu'amalah Islam, maka tampak secara jelas di
hadapan kita empat nilai utama,yaitu: Rabbaniyah (Ketuhanan), Akhlak,
Kemanusiaan dan Pertengahan. Nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan (keunikan)
yang utama bagi ekonomi Islam, bahkan dalam kenyataannya merupakan kekhasan
yang bersifat menyeluruh yang tampak jelas pada segala sesuatu yang
berlandaskan ajaran Islam. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini memiliki
cabang, buah, dan dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah Islamiah di
bidang harta berupa produksi, konsumsi, sirkulasi, dan distribusi. Raafik Isaa
Beekun dalam bukunya yang berjudul Islamic
Bussines Ethics menyebutkan paling tidak ada sejumlah parameter kunci
system etika Islam yang dapat dirangkum sbb:
o
Berbagai tindakan ataupun keputusan
disebut etis bergantung pada niat individu yang melakukannya. Allah Maha Kuasa
an mengetahui apapun niat kita sepenuhnya secara sempurna.
o
Niat baik yang diikuti tindakan yang baik
akan dihitung sebagai ibadah. Niat yang halal tidak dapat mengubah tindakan
yang haram menjadi halal.
o
Islam memberikan kebebasan kepada individu
untuk percaya dan bertindakberdasarkan apapun keinginannya, namun tidak dalam
hal tanggungjawab keadilan.
o
Percaya kepada Allah SWT memberi individu
kebebasan sepenuhnya dari hal apapun atau siapapun kecuali Allah.
o
Keputusan yang menguntungkan kelompok
mamyoritas ataupun minoritas secara langsung bersifat etis dalam dirinya.etis
bukanlahpermainan mengenai jumlah.
o
Islam mempergunakan pendekatan terbuka
terhadap etika, bukan sebagai system yang tertutup, dan berorientasi diri
sendiri.Egoisme tidak mendapat tempat dalam ajaran Islam.
o
Keputusan etis harus didasarkan pada
pembacaan secara bersama-sama antara Al-Qur'an danalam semesta.
o
Tidak seperti system etika yang diyakini
banyak agama lain, Islam mendorong umat manusia untuk melaksanakan tazkiyah
melalui partisipasi aktif dalam kehidupan ini. Dengan berprilaku secara etis di
tengah godaan ujian dunia, kaum Muslim harus mampu membuktikan ketaatannya
kepada Allah SWT.
h.
Prinsip-Prinsip
Produksi dalam Islam
Al Qur’an dan hadits memberikan arahan tentang
prinsip-prinsip produksi sbb:
1)
Tugas manusia di muka bumi
sebagai khalifah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya.
2)
Islam selalu mendorong
kemajuan di bidang produksi melalui penelitian, eksperimen dan perhitungan
dalam proses pengambangan produksi.
3)
Teknik produksi diserahkan
kepada keinginan dan kemampuan manusia.
4)
Dalam berinovasi dan
bereksperimen prinsipnya Islam menyukai kemudahan, menghindari mudharat dan
memaksimalkan manfaat.
Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi
adalah:
Ø Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan
produksi.
Ø Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara
keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.
Ø Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat
serta mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi harus berdasarkan
prioritas yang ditetapkan agama yaitu terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya
akidah/agama, terpeliharanya nyawa, akal dan keturunan/kehormatan serta
kemakmuran material.
Ø Produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan
kemandirian umat.
Ø Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual,
mental dan fisik.
Menurut Mannan(1992), perilaku produksi
tidak hanya menyandarkan pada kondisi permintaan pasar tetapi juga berdasarkan
pertimbangan kemaslahatan. Sejalan dengan itu, Metwally (1992) menyatakan bahwa
fungsi kepuasan perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh variable tingkat
keuntungan, tetapijuga oleh pengeluaran yang bersifat charity atau good deeds.
Sehingga fungsi utilitas dari pengusaha muslim adalah:
Umax = U(F, G)
Dimana : F = tingkat keuntungan
G = tingkat pengeluaran untuk good deeds/charity
Menurut Metwally, pengeluaran perusahaan
untuk charity akan meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan, karena G
akan menghasilkan efek penggandaan (multiplier
effect) terhadap kemampuan daya beli masyarakat, pada akhirnya akan
meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan.
Tanpa adanya charity,yang dalam Islam diimplementasikan melalui kewajiban zakat,
golongan miskin tidak akan mampu mengaktualisasikan permintaannya karena tidak
memiliki daya beli. Pertentangan antara charity/shadaqahdan riba, dimana peran
sistem keuangan berdasarkan riba sangat mendukung sistem ekonomi
individualistis dan hedonis, sedangkan shadaqah sangat bersifat alturistis,
dermawan dan penuh kesetiakawanan sosial.
Menurut Sayyid Quthb, riba adalah lawan
shadaqah. Dalam dunia usaha modern saat ini peran sosial dari perusahaan
menjadi hal yang penting dalam rangka menyelaraskan kepentingan perusahaan
dengan masyarakat secara umum. Konsep CSR (Corporate
Social Responsibility) dengan cara menyisihkan sebagian keuntungan bagi
pemberdayaan masyarakat sekitar perusahaan.
D.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1)
Produksi adalah menciptakan manfaat dan
bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu
untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai
kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam "memproduksi"
tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia
berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau
mengeksploitasi (ekstraktif).
2) Produksi harus memerhatikan norma dan etika yang telah ditetapkan
dalam Islam.
3) Penggunaan faktor-faktor produksi secara efisien terutama yang
berasal dari sumber daya bertujuan untuk menjaga keseimbangan alam.
4)
Penentuan upah harus
didasarkan pada beberapa kriteria seperti kebutuhan hidup, produktivitas dan
kemampuan perusahaan.
5)
Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba
sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi konvensional,
tujuan produksi dalam islam yaitu memberikan Mashlahah yang maksimum bagi
konsumen. Sedangkan dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan
mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan
dan hukum islam. Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan keuntungan ditambah
dengan berkah.
DAFTAR
PUSTAKA
Afzalurrahman, Doktrin
Ekonomi Islam Jilid 2, PT Dana Bakti Wakaf, Yogyakarta, 1996
Bambang Rudito &
Melia Famiola, 2007. Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di
Indonesia
Dr. Mustafa Edwin Nasution,
dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana, Jakarta,2006.
http://agustianto.niriah.com/2008/10/04/etika-produksidalam-islam/Aziz
Budi
M.A. Mannan, Ekonomi Islam :
Teori dan Praktik, PT Intermasa
Yusuf Qardhawi, Peran Nilai
dan Moral dalam Perekonomian Islam, Rabbani Press,
Jakarta, 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar