Sabtu, 03 Desember 2011

PRODUKSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM


A.    PENDAHULUAN
Semua sumber daya yang terdapat di langit dan di bumi disediakan Allah SWT untuk kebutuhan manusia, agar manusia dapat menikmatinya secara sempurnya, lahir dan batin, material dan spritual. Allah berfirman dalam QS. Lukman: 20 yang artinyaTidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah SWT telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin”.
Al Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian luas. Al Qur’an menekankan manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan manusia. Berarti barang itu harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan manusia, bukan untuk memproduksi barang mewah secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif.
Namun demikian, Al Qur’an memberi kebebasan yang luas bagi manusia untuk berusaha memperoleh kekayaan yang lebih banyak lagi dalam menuntut kehidupan ekonomi. Dengan memberikan landasan rohani bagi manusia sehingga sifat manusia yang semula tamak dan mementingkan diri sendiri menjadi terkendali. Dalam surat al Ma’aarij dijelaskan ada beberapa sifat alami manusia yang menjadi azas semua kegiatan ekonomi yaitu : “sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” Sifat tamak manusia menjadikan manusia berkeluh kesah, tidak sabar dan gelisah dalam perjuangan mendapatkan kekayaan. Dengan begitu akan memacu manusia untuk melakukan kegiatan yang produktif. Manusia akan giat untuk memuaskan kebutuhannya yang terus bertambah, sehingga akibatnya manusia cenderung melakukan kerusakan (mafsadat) di muka bumi. Dari sifat dasar manusia yang tamak itu pula menyebabkan manusia memiliki dorongan yang kuat dan bimbingan serta arahan yang benar dan pasti akan menjadikan manusia memiliki sifat mulia. Kemajuan manusia akan terus berlanjut sepanjang mereka terus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Daya ciptanya yang tinggi akan terus menghasilkan produk-produk baru dan metode serta teknik produksi yang makin sempurna, sehingga mampu menjaga taraf hidup manusia seiring dengan perubahan zaman. Sifat-sifat dasar manusia dijelaskan dalam surat lain yaitu Ali Imran ayat 14 yang artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (syurga).”
Keinginan yang tidak terbatas untuk selalu dipenuhi dan memuaskan kehendak pada manusia semakin lama akan semakin tinggi. Karena itu jika tidak terdapat arahan yang baik, hal itu akan mendorong manusia melakukan kerusakan di muka bumi, seperti yang terjadi saat ini. Al Qur’an memberikan pandangan hidup yang seimbang. Di satu sisi Islam membantu pertumbuhan yang sehat dan mulia bagi masyarakat. Di sisi lain Islam memberi rangsangan terhadap adanya aktivitas produktif. Karena itu Islam membuka kesempatan bagi riset dan penelitian yang sekiranya dapat meningkatkan kesejahteraan manusia. Ada beberapa sabda Rasulullah yang menegaskan pentingnya ikhtiar untuk memperoleh kebutuhan materi dalam kehidupan, yaitu : “Memperoleh penghidupan yang halal merupakan kewajiban yang paling penting setelah kewajiban menunaikan shalat.”
“Apabila telah selesai kau tunaikan shalat Subuh, janganlah kamu tidur hingga kamu sendiri telah berusaha untuk mendapatkan nafkah.”
“Terdapat dosa-dosa tertentu yang hanya dapat dihapuskan dengan berusaha secara tetap dalam masalah ekonomi.”Dari beberapa hadits tersebut menunjukkan bahwa manusia dianjurkan untuk selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup yang salah satunya dengan cara berproduksi.
 Menurut Hasan Al Banna ruang lingkup keilmuan ekonomi islam lebih luas dibandingkan dengan ekonomi konvensional. Ekonomi islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan materi yang bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan materi yang bersifat abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi manusia sebagai hamba Allah SWT. Al-Qur'an juga telah memberikan tuntunan visi bisnis yang jelas yaitu visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan sesaat tetapi "merugikan", melainkan mencari keuntungan yang secara hakikat baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya (pengaruhnya). Salah satu aktifitas bisnis dalam hidup ini adalah adanya aktifitas produksi.

B.     PERMASALAHAN
Dari uraian diatas maka permasalahan yang dapat diangkat adalah: Apa tujuan produksi dalam perspektif islam?

C.    TEORI DAN PEMBAHASAN
a.      Pengertian Produksi
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata "produksi" dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil'atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu'ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min 'anashir alintaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).
Produksi menurut Kahf mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dari dua pengertian diatas produksi dimaksudkan untuk mewujudkan suatu barang dan jasa yang digunakan tidak hanya untuk kebutuhan fisik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non fisik, dalam artian yang lain produksi dimaksudkan untuk menciptakan mashlahah bukan hanya menciptakan materi.
Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam "memproduksi" tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif). Memindahkannya dari tempat yang tidak membutuhkan ke tempat yang membutuhkannya, atau menjaganya dengan cara menyimpan agar bisa dimanfaatkan di masa yang akan datang atau mengolahnya dengan memasukkan bahan-bahan tertentu, menutupi kebutuhan tertentu, atau mengubahnya dari satu bentuk menjadi bentuk yang lainnya dengan melakukan sterilisasi, pemintalan, pengukiran, atau penggilingan, dan sebagainya. Atau mencampurnya dengan cara tertentu agar menjadi sesuatu yang baru. 
Prinsip fundamental yang harus selalu diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Bahkan dalam sistem kapitalis terdapat seruan untuk memproduksi barang dan jasa yang didasarkan atas azas kesejahteraan ekonomi. Keunikan konsep Islam mengenai kesejahteraan ekonomi terletak pada kenyataan bahwa hal itu tidak dapat mengabaikan pertimbangan kesejahteraan umum lebih luas yang menyangkut persoalan-persoalan moral, pendidikan, agama dan banyak hal lainnya. Dalam ilmu ekonomi modern, kesejahteraan ekonomi diukur dari segi uang. Seperti ungkapan Profesor Pigou bahwa : “Kesejahteraan ekonomi kira-kira dapat didefinisikan sebagai bagian kesejahteraan yang dapat dikaitkan dengan alat pengukur uang.”
Dalam sistem produksi Islam konsep kesejahteraan ekonomi digunakan dengan cara yang lebih luas. Menurut Afzalur Rahman dalam bukunya Doktrin Ekonomi Islam, konsep kesejahteraan ekonomi Islam terdiri dari bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh meningkatnya produksi dari hanya barang-barang yang berfaedah melalui pemanfaatan sumber-sumber daya secara maksimum –baik manusia maupun benda- demikian juga melalui ikut sertanya jumlah maksimum orang dalam proses produksi. Dengan demikian, perbaikan sistem produksi dalam Islam tidak hanya berarti meningkatnya pendapatan, yang dapat diukur dari segi uang, tetapi juga perbaikan dalam memaksimalkan terpenuhinya kebutuhan kita dengan usaha minimal tetapi tetap memerhatikan tuntunan perintah-perintah Islam tentang konsumsi.
Oleh karena itu, dalam sebuah negara Islam kenaikan volume produksi saja tidak akan menjamin kesejahteraan rakyat secara maksimum. Mutu barang-barang yang diproduksi yang tunduk pada perintah Al Qur’an dan sunnah, juga harus diperhitungkan dalam menentukan sifat kesejahteraan ekonomi. Demikian pula kita harus memperhitungkan akibat-akibat tidak menguntungkan yang akan terjadi dalam hubungannya dengan perkembangan ekonomi bahan-bahan makanan dan minuman terlarang. Suatu negara Islam tidak hanya akan menaruh perhatian untuk menaikkan volume produksi tetapi juga untuk menjamin ikut sertanya jumlah maksimum orang dalam proses produksi. Di negara-negara kapitalis modern kita temukan perbedaan yang mencolok karena cara produksi dikendalikan oleh segelintir kapitalis. Oleh karena itu sistem produksi dalam suatu negara Islam harus dikendalikan oleh kriteria objektif dan subjektif; kriteria yang objektif akan tercermin dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi uang, dan kriteria subjektif dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi etika ekonomi yang didasarkan atas perintah-perintah kitab suci Al Qur’an dan Sunnah.

b.      Penting Produksi
 Pentingnya peranan produksi dalam memakmurkan kehidupan suatu bangsa dan taraf hidup manusia, disebutkan dalam beberapa ayat dan hadits, seperti : Surat al Qashash ayat 73 : “Supaya kamu mencari sebagian dari karuniaNya.”
Surat ar Rum ayat 23 : “Dan usahamu mencari bagian dari karuniaNya.” Apabila dikaji secara terperinci dalam AlQur’an, maka kita akan mendapatkan bahwa penekanan atas usaha manusia untuk memperoleh sumber penghidupan merupakan salah satu prinsip ekonomi yang mendasar di dalam Islam. Dalam berbagai ayat AlQur’an telah merujuk secara singkat berbagai cara yang dibolehkan bagi manusia untuk memanfaatkan sumber alam yang tak ternatas dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia yang tak terbatas. Al Qur’an bukan hanya membenarkan dan mengakui kenyataan bahwa umat Islam harus terus berjuang secara sungguh-sungguh dan terus mengingatkan keadaan sosial dan ekonomi, tetapi telah juga mendorong untuk meningkatkan cara dan teknik produksi agar orang/bangsa itu tidak ketinggalan dengan orang/bangsa lain.
Tujuan utama Allah menciptakan bumi ialah untuk diberikan kepada manusia agar dapat mempergunakan sumber-sumber yang ada di bumi untuk memperoleh rizki. Tersedianya rizki berkaitan erat dengan usaha manusia. Usaha yang keras akan menghasilkan sesuatu yang optimal, ganjaran dan kemurahan dan keberhasilan yang tidak ada batasnya. Bagi Islam, memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk dikonsumsi sendiri atau dijual ke pasar. Dua motivasi itu belum cukup karena masih terbatas pada fungsi ekonomi.
Islam menekankan bahwa setiap kegiatan produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial (Q.S. Al Hadid (57): 7). Agar mampu mengemban fungsi sosial seoptimal mungkin, kegiatan produksi harus melampaui surplus untuk mencukupi kebutuhan konsumtif dan meraih keuntungan finansial, sehingga bisaberkontribusi kehidupan sosial. Melalui konsep ini, kegiatan produksi harus bergerak di atas dua garis optimalisasi. Optimalisasi pertama adalah mengupayakan berfungsinya sumber dayainsani ke arah pencapaian kondisi full employment (tanpa pengangguran), dimana setiap orang menghasilkan karya kecuali mereka yang udzur syar’i (sakit atau lumpuh). Optimalisasi kedua memproduksi berdasarkan skala prioritas yaitu kebutuhan primer (dharuriyyat), lalu kebutuhan sekunder (hajiyyat) dan kebutuhan tersier (tahsiniyyat) secara proporsional.

c.       Faktor-Faktor Produksi
Dalam pandangan Baqir Sadr (1979), ilmu ekonomi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvesional terletak pada filosofi ekonomi, bukan pada ilmu ekonominya. Filosofi ekonomi memberikan pemikiran dengan nilai-nilai islam dan batasan-batasan syariah, sedangkan ilmu ekonomi berisi alat-alat analisis ekonomi yang dapat digunakan.  Dengan kata lain, faktor produksi dalam perspektif ilam dengan faktor produksi ekonomi konvensional adalah sama. Secara umum faktor produksi yaitu :
o   Tanah
Tanah mengandung pengertian yang luas, yaitu termasuk semua sumber yang kita peroleh dari udara, laut, gunung, dan sebagainya, sampai keadaan geografi, angin, dan iklim yang terkandung dalam tanah.Termasuk dalam faktor produksi tanah adalah :
a)      Bumi (tanah) merupakan permukaan tanah yang di atasnya kita dapat berjalan, mendirikan bangunan, rumah, perusahaan.
b)      Mineral, seperti logam, bebatuan dan sebagainya yang terkandung di dalam tanah yang juga dapat dimanfaatkan oleh manusia.
c)      Gunung, merupakan suatu sumber lain yang menjadi sumber tenaga asliyang membantu dalam mengeluarkan harta kekayaan. Gunung-gunung berfungsi sebagai penadah hujan dan menajdi aliran sungai-sungai dan melaluinya semua kehidupan mendapatkan rizki masing-masing.
d)     Hutan, merupakan sumber kekayaan alam yang penting. Hutan memberikan bahan api, bahan-bahan mentah untuk industri kertas, damar, perkapalan, perabotan rumah tangga, dan sebagainya.
e)      Hewan, mempunyai kegunaan memberikan daging, susu, dan lemak untuk tujuan ekonomi, industri dan perhiasan. Sebagian lagi digunakan untuk kerja dan pengangkutan.

Baik Al Qur’an maupun sunnah banyak memberikan tekanan pada pembudidayaan tanah secara baik. Dengan demikian, Al Qur’an menaruh perhatian akan perlunya mengubah tanah kosong menjadi kebun-kebun dengan mengadakan pengaturan pengairan, dan menanaminya dengan tanaman yang baik. Seperti KalamNya dalam surat As Sajadah ayat 27 : “Dan apakah mereka tidak memerhatikan bahwasanya Kami menghalau hujan ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan tanam-tanaman yang daripadanya dapat makan binatang-binatang ternak mereka dan mereka sendiri”.
Tanah dapat dipandang dari dua sisi yaitu :
a. Tanah sebagai Sumber Daya Alam
Seorang Muslim dapat memperoleh hak milik atas sumber-sumber daya alam setelah memenuhi kewajibannya terhadap masyarakat. Penggunaan dan pemeliharaan sumber-sumber daya alam itu dapat menimbulkan dua komponen penghasilan, yaitu : (a) penghasilan dari sumber-sumber daya alam sendiri (yaitu sewa ekonomis murni) dan (b) penghasilan dari perbaikan dalam penggunaan sumbersumber daya alam melalui kerja manusia dan modal. Jadi manusia berhak untuk memanfaatkan dan memiliki tanah untuk dipergunakan dalam mencari nafkah dan menggunakannya sebagai salah satu faktor produksi.
b. Tanah sebagai Sumber Daya yang Dapat Habis (Exhaustable).
Menurut pandangan Islam sumber daya yang dapat habis adalah milik generasi kini maupun generasi-generasi masa yang akan datang. Generasi kini tidak berhak untuk menyalahgunakan sumber-sumber daya yang dapat habis sehingga menimbulkan bahaya bagi generasi yang akan datang. Dari analisis tersebut, hipotesis atau kebijaksanaan pedoman dapat disusun sebagai berikut :
ü  Pembangunan pertanian pada negara-negara Islam dapat ditingkatkan melalui metode penanaman yang intensif dan ekstensif jika dilengkapi dengan suatu program pendidikan moral, berdasarkan ajaran Islam.
ü  Penghasilan yang diperoleh dari penggunaan sumber daya yang dapat habis (exhaustable resources) lebih digunakan untuk pembangunan lembaga-lembaga sosial (seperti universitas, rumah sakit) dan untuk infrastruktur fisik daripada konsumsi sekarang ini.
ü  Sewa ekonomis murni boleh lebih digunakan untuk memenuhi tingkat pengeluaran konsumsi sekarang ini.

o   Tenaga Kerja
Tenaga kerja atau buruh merupakan faktor produksi yang diakui di setiap sistem ekonomi terlepas dari kecenderungan ideologi mereka. Kekhususan perburuhan seperti kemusnahan, keadaan yang tidak terpisahkan dari buruh itu sendiri, ketidakpekaan jangka pendek terhadap permintaan buruh, dan yang mempunyai sikap dalam penentuan upah, merupakan hal yang sama pada semua sistem. Tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan atau pikiran untuk mendapatkan imbalan yang pantas. Termasuk semua jenis kerja yang dilakukan fisik maupun pikiran. Manusia diciptakan untuk bekerja dan mencari penghidupan masing-masing.
Seperti disebutkan dalam surat al Balad ayat 4 : “Sesungguhnya Kami menciptakan manusia padahal dia dalam kesusahan.” Kabad berarti kesusahan, kesukaran, perjuangan dan kesulitan akibat bekerja keras. Ini merupakan suatu cobaan bagi manusia yaitu dia ditakdirkan berada pada kedudukan yang tinggi (mulia) tetapi kemajuan tersebut dapat dicapai melalui ketekunan dan bekerja keras. Di samping itu pengertian “kabad” juga  menunjukkan bahwa manusia hendaknya berupaya untuk melakukan dan menanggung segala kesukaran dan kesusahan dalam perjuangan untuk mencapai tujuan.
Rasulullah saw, senantiasa menyuruh umatnya bekerja dan tidak menyukai manusia yang bergantung kepada kelebihan saja. Dalam Islam, buruh bukan hanya suatu jumlah usaha atau jasa abstrak yang ditawarkan untuk dijual pada para pencari tenaga kerja. Mereka yang mempekerjakan buruh mempunyai tanggung jawab moral dan sosial. Dalam kenyataannya, seorang pekerja modern memiliki tenaga kerja yang berhak dijualnya dengan harga setinggi mungkin (upah tinggi). Tetapi dalam Islam ia tidak mutlak bebas untuk berbuat apa saja yang dikehendakinya dengan tenaga kerjanya itu. Baik pekerja maupun majikan tidak boleh saling memeras. Semua tanggung jawab buruh tidak berakhir pada waktu seorang pekerja meninggalkan pabrik majikannya. Ia mempunyai tanggung jawab moral untuk melindungi kepentingan yang sah, baik kepentingan para majikan maupun para pekerja yang kurang beruntung. Dengan demikian, dalam Islam buruh digunakan dalam arti yang lebih luas namun lebih terbatas. Lebih luas, karena hanya memandang pada penggunaan jasa buruh di luar batas-batas pertimbangan keuangan. Terbatas dalam arti bahwa seorang pekerja tidak secara mutlak bebas untuk berbuat apa saja yang dikehendakinya dengan tenaga kerjanya itu.
Tenaga kerja secara umum dibagi menjadi beberapa tingkat yaitu :
a)      Tenaga kerja kasar/buruh kasar, misalnya pekerja bangunan, pandai besi, dan sebagainya. Allah memuliakan hambanya meskipun yang bekerja sebagai pekerja kasar. Banyak ayat dan riwayat yang membahas tentang kegiatan para nabi terkait dengan peghargaan terhadap para pekerja kasar –pekerja/tukang Nabi Sulaiman, Nabi Hud dengan pembuatan kapal, dan sebagainya.
b)      Tenaga kerja terdidik. Dalam al Qur’an disebutkan tentang tenaga ahli. Cerita tentang Nabi Yusuf yang diakui pengetahuan dan kejujurannya oleh raja yang mempercayakan tugas mengurus dan menjaga gudang padi dan sebagainya. Hal itu menunjukkan bahwa faktor keahlian dan pendidikan menjadi sangat penting dalam bekerja.

Kriteria Pemilihan Tenaga Kerja
1)      Pemilihan tenaga kerja tergantung ketersediaan/penawaran tenaga kerja. Sedangkan penawaran tenaga kerja tergantung pada beberapa faktor : Kecakapan tenaga kerja, merupakan keahlian dan ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Islam menjunjung tinggi hasil kerja yang cakap dan memerintahkan umat Islam untuk mengajarkan semua jenis kerja dengan tekun dan sempurna. Kecakapan tenaga kerja tergantung pada tiga faktor yaitu : kesehatan fisik, mental dan moral serta pendidikan dan pelatihan bagi para pekerja.
2)      Mobilisasi tenaga kerja, merupakan pergerakan tenaga kerja dari suatu kawasan geografi ke kawasan yang lain. Mobilisasi terkait erat dengan kondisi ekonomi pekerja. Mobilisasi dipengaruhi oleh faktor tingkat upah, dimana biasanya pekerja akan berupaya untuk mencari tempat kerja yang memberikan tingkat upah lebih tinggi. Al Qur’an membolehkan adanya mobilisasi tenaga kerja demi untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
3)      Penduduk, jumlah penduduk merupakan faktor yang sangat memengaruhi terhadap penawaran tenaga kerja. Idealnya pertumbuhan penduduk seiring/seimbang dengan pertumbuhan lapangan kerja (pertumbuhan ekonomi).

Kebebasan Bekerja
Islam memberikan kebebasan dalam hal mencari lapangan pekerjaan baik macam maupun wilayah kerja demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Namun Islam tetap menggariskan bahwa ada pekerjaan yang halal dan haram.

Kemuliaan Bekerja
Setiap pekerjaan yang halal terbuka untuk semua orang tanpa memandang warna kulit, keturunan atau kepercayaan. Islam mengajarkan umatnya agar menghormati saudara seagama tanpa memandang pekerjaan dan ia memberikan kemuliaan dan status kepada golongan buruh. AlQur’an membuat banyak contoh tentang kehidupan para Rasul yang bekerja dengan tenaga sendiri untuk kehidupannya.

o   Modal
Modal merupakan asset yang digunakan untuk distribusi asset yang berikutnya. Modal dapat memberikan kepuasan pribadi dan membantu untuk menghasilkan kekayaan yang lebih banyak. Pentingnya modal dalam kehidupan manusia ditunjukkan dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 14 yang artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (syurga).” Kata mataa’u berarti modal berupa emas dan perak, kuda yang bagus dan ternak (termasuk bentuk modal yang lain). Kata zainu menunjukkan kepentingan modal bagi kehidupan manusia.
Sedangkan Rasulullah menekankan kepentingan modal dalam sabdanya : “Tidak boleh iri kecuali kepada dua perkara yaitu : orang yang hartanya digunakan untuk jalan kebenaran dan orang yang ilmu pengetahuannya diamalkan kepada orang lain.” Dari hadits tersebut diketahui bahwa mencari ilmu sama pentingnya dengan mencari harta.
Ada beberapa faktor yang menentukan terhadap pengumpulan modal yaitu :
1)      Peningkatan pendapatan, dapat dilakukan melalui cara yang bersifat wajib : pembayaran zakat dan larangan mengenakan bunga. Sedangkan cara pilihan yaitu dengan penggunaan harta anak yatim, penanaman modal secara tunai dan melalui warisan.
2)      Menghindari sikap berlebih-lebihan, dalam hal ini adalah mengurangi kebiasaan melakukan pembelanjaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan, menghindari gaya hidup mewah dan mubazir.
3)      Pembekuan modal, cara ini dapat menyebabkan berkurangnya modal yang dapat digunakan. Islam membenci kegiatan pembekuan modal atau menyimpan harta bukan untuk digunakan dalam kegiatan produktif. Hal ini seperti disampaikan dalam surat Al Ma’arij ayat 18 yang artinya : “Dan menghimpun (harta) lalu menyimpannya (tidak membayarkan zakatnya).”
4)      Keselamatan dan keamanan, dalam proses penghimpunan modal, perlu adanya rasa aman dan ketentraman dalam negara dimana lokasi penanaman modal itu dilakukan. Bila ada jaminan keselamatan dan keamanan dalam suatu negara, maka rakyat akan lebih giat dalam melakukan pemupukan modal.

Dalam perspektif ekonomi konvensional, modal dapat tumbuh dari sebagian pendapatan yang ditabungkan oleh masyarakat. Besarnya tabungan dipengaruhi oleh tingkat bunga. Menurut ekonom konvensional, semakin tinggi tingkat bunga semakin besar imbalan tabungan, semakin tinggi pula kecenderungan untuk menabung dan sebaliknya. Menurut Keynes, tingkat bunga yang tinggi akan menekan kegiatan ekonomi dan menyebabkan volume penanaman modal yang lebih kecil. Sebagai akibatnya, pendapatan uang yang terkumpul akan mengecil, dan dengan adanya kecenderungan yang sama untuk menabung, volume tabungan akan berkurang. Kenyataannya adalah bahwa jika individu-individu rasional, mereka mungkin lebih banyak menabungkan penghasilan mereka, bila tingkat bunganya tinggi. Suatu tingkat bunga yang tinggi berarti lebih tingginya imbalan bagi tabungan. Oleh karena itu, berdasarkan alasan-alasan murni, orang akan lebih banyak menabung. Yang terpenting dalam hal ini ialah bahwa modal dapat juga tumbuh dalam perekonomian masyarakat yang bebas bunga. Islam membolehkan adanya laba yang berlaku sebagai insentif untuk menabung. Islam membolehkan dua cara pembentukan modal yang berlawanan yaitu konsumsi sekarang yang berkurang (mengurangi tingkat konsumsi untuk menabung) dan konsumsi mendatang yang bertambah. Dengan demikian memungkinkan modal memainkan peranan yang sesungguhnya dalam proses produksi.

o   Organisasi
Organisasi atau manajemen merupakan proses merencanakan dan mengarahkan kegiatan usaha perusahaan untuk mencapai tujuan. Organisasi memegang peranan penting dalam kegiatan produksi. Pentingnya perencanaan dan organisasi dapat dilihat pada hakikat bahwa Allah sendiri adalah perencana yang terbaik. Seperti disebutkan dalam surat Ali Imran ayat 173 yang artinya : “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Dialah sebaik-baik pelindung.”
Peranan organisasi dalam Islam sangat penting, apalagi jika dikaitkan dengan kegiatan produksi. Ada beberapa ciri mendasar yang harus dimiliki oleh organisasi Islam terkait dengan fungsinya sebagai salah satu faktor produksi, yaitu :
a)      Dalam ekonomi Islam yang pada hakekatnya lebih berdasarkan ekuiti (equity-based) daripada berdasarkan pinjaman (loan-based), para manajer cenderung mengelola perusahaan yang bersangkutan dengan pandangan untuk membagi dividen di kalangan pemegang saham atau berbagi keuntungan di antara mitra suatu usaha ekonomi. Sifat motivasi organisasi demikian sangatlah berbeda dalam arti bahwa mereka cenderung untuk mendorong kekuatan-kekuatan koperatif melalui berbagai bentuk investasi berdasarkan persekutuan dalam bermacam-macam bentk seperti musyarakah, mudharabah, dan lain-lain.
b)      Sebagai akibatnya, pengertian tentang keuntungan biasa mempunyai arti yang lebih luas dalam kerangka ekonomi Islam karena bunga pada modal tidak dapat dikenakan lagi. Modal manusia yang diberikan oleh manajer harus diintegrasikan dengan modal yang berbentuk uang. Perilaku mengutamakan kepentingan orang lain dalam Islam, mungkin berbedadalam kenyataan dan siasat pengelolaannya, kecuali bila secara kebetulan perilaku sebenarnya dari organisasi tersebut serupa dengan tindakan yang diperlukan dalam memaksimalkan keuntungan. Hal ini tidak berarti bahwa manajemen tidak berusaha untuk mencari laba. Arti yang sesungguhnya bahwa organisasi Islam sebagai faktor produksi berbeda dengan organisasi dalam ekonomi konvensional/secular, baik pada tingkatan konseptual maupun pada tingkatan operasional dalam usaha menyelaraskan banyaknya tujuan yang tunduk pada kendala-kendala keuntungan.
c)      Karena sifat terpadu organisasi inilah tuntutan akan integritas moral, ketepatan dan kejujuran dalam proses perakunan (accounting) jauh lebih diperlukan daripada dalam organisasi sekuler.
d)     Faktor manusia dalam produksi dan strategi usaha mempunyai signifikansi lebih diakui dibandingkan dengan strategi manajemen lainnya yang didasarkan pada memaksimalkan keuntungan atau penjualan.


d.      Penetapan Upah
Ada berbagai pendapat tentang penetapan upah, diantaranya : Upah ditetapkan berdasarkan tingkat kebutuhan hidup atau berdasarkan ketentuan produktivitas marginal.
Islam menganjurkan dalam perjanjian tentang upah kedua pihak (pengusaha dan pekerja) harus bersikap jujur dan adil, sehingga tidak terjadi tindakan aniaya terhadap pekerja maupun majikan. Aniaya terhadap pekerja berarti mereka tidak dibayar secara adil, sedangkan aniaya terhadap majikan yaitu mereka dipaksa oleh kekuatan industri untuk membayar upah melebihi kemampuan mereka.
Upah ditetapkan berdasarkan prinsip keadilan melalui proses negosiasi antara pekerja, majikan dan negara. Peran negara (pemerintah) adalah menetapkan tingkat upah minimum dengan mempertimbangkan perubahan kebutuhan dari pekerja golongan bawah. Tingkat upah minimum sewaktu-waktu harus ditinjau kembali untuk melakukan penyesuaian berdasarkan perubahan tingkat harga dan biaya hidup. Tingkat maksimumnya ditentukan berdasarkan sumbangan tenaganya dan nilainya sangat bervariasi.

e.       Tujuan Produksi
Tujuan dari kegiatan produksi mencapai dua hal pokok pada tingkat pribadi muslim dan umat Islam adalah :
1)      Memenuhi kebutuhan setiap individu. Di dalam ekonomi Islam kegiatan produksi menjadi sesuatu yang unik dan istimewa sebab di dalamnya terdapat faktor itqan (profesionalitas) yang dicintai Allah dan ihsan yang diwajibkan Allah atas segala sesuatu. Pada tingkat pribadi muslim, tujuannya adalah merealisasi pemenuhan kebutuhan baginya.
2)      Merealisasikan kemandirian umat, hendaknya umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan prasarana yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan material dan spiritual.

Dalam upaya merealisasikan pemenuhan kebutuhan umat ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
o   Melakukan perencanaan. Perencanaan yang dilakukan seperti disyari’atkan oleh Nabi Yusuf adalah selama 15 tahun. Perencanaannya mencakup produksi, penyimpanan, pengeluaran dan distribusi.
o   Mempersiapkan sumberdaya manusia dan pembagian tugas yang baik.
o   Memperlakukan sumber daya alam dengan baik.
o   Keragaman produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan umat.
o   Mengoptimalkan fungsi kekayaan berupa mata uang.

f.       Pola Produksi
Berdasarkan pertimbangan kemashlahatan (altruistic considerations) itulah, menurut Muhammad Abdul Mannan, pertimbangan perilaku produksi tidak semata-mata didasarkan pada permintaan pasar (given demand conditions). Kurva permintaan pasar tidak dapat memberikan data sebagai landasan bagi suatu perusahaan dalam mengambil keputusan tentang kuantitas produksi. Sebaliknya dalam sistem konvensional, perusalas arikan kebebasan untuk berproduksi, namun cenderung terkonsentrasi pada output yang menjadi permintaan pasar (effective demand), sehingga dapat menjadikan kebutuhan riil masyarakat terabaikan. Dari sudut pandang fungsional, produksi atau proses pabrikasi (manufacturing) merupakan suatu aktivitas fungsional yang dilakukan oleh setiap perusahaan untuk menciptakan suatu barang atau jasa sehingga dapat mencapai nilai tambah (value added). Dari fungsinya demikian, produksi meliputi aktivitas produksi sebagai berikut; apa yang diproduksi, berapa kuantitas produksi, kapan produksi dilakukan, mengapa suatu produk diproduksi, bagaimana proses produksi dilakukan dan siapa yang memproduksi.
Berikut ini adalah aktivitas produksi :
1)      Apa yang diproduksi
erdapat dua pertimbangan yang mendasari pilihan jenis dan macam suatu produk yang akan diproduksi; ada kebutuhan yang harus dipenuhi masyarakat (primer, sekunder, tertier) dan ada manfaat positif bagi perusahan dan masyarakat (harus memenuhi kategori etis dan ekonomi).
2)      Berapa kuantitas yang diproduksi; bergantung kepada motif dan resiko
Jumlah produksi di pengaruhi dua faktor; intern dan ekstern; faktor intern meliputi sarana dan prasarana yang dimiliki perusahan, faktor modal, faktor SDM, faktor sumber daya lainnya. Adapun faktor ekstern meliputi adanya jumlah kebutuhan masyarakat, kebutuhan ekonomi, market share yang dimasuki dan dikuasai, pembatasan hukum dan regulasi.
3)      Kapan produksi dilakukan Penetapan waktu produksi, apakah akan mengatasi kebutuhan eksternal atau menunggu tingkat kesiapan perusahaan.
4)      Mengapa suatu produk diproduksi
ü  Alasan ekonomi
ü  Alasan kemanusiaan
ü  Alasan politik
5)      Dimana produksi itu dilakukan
ü  Kemudahan memperoleh suplier bahan dan alat-alat produksi
ü  Murahnya sumber-sumber ekonomi
ü  Akses pasar yang efektif dan efisien
ü  Biaya-biaya lainnya yang efisien
6)      Bagaimana proses produksi dilakukan: input- proses - out put - out come
7)      Siapa yang memproduksi; negara, kelompok masyarakat, individu

Dengan demikian masalah barang apa yang harus diproduksi (what), berapa jumlahnya (how much), bagaimana memproduksi (how), untuk siapa produksi tersebut (for whom), yang merupakan pertanyaan umum dalam teori produksi tentu saja merujuk pada motifasi-motifasi Islam dalam produksi.
g.      Etika Produksi
Etika sebagai praktis berarti : nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktikan atau justru tidak dipraktikan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Secara filosofi etika memiliki arti yang luas sebagai pengkajian moralitas. Terdapat tiga bidang dengan fungsi dan perwujudannya yaitu etika deskriptif (descriptive ethics), dalam konteks ini secara normatif menjelaskan pengalaman moral secara deskriptif berusaha untuk mengetahui motivasi, kemauan dan tujuan sesuatu tindakan dalam tingkah laku manusia. Kedua, etika normatif (normative ethics), yang berusaha menjelaskan mengapa manusia bertindak seperti yang mereka lakukan, dan apakah prinsip-prinsip dari kehidupan manusia. Ketiga, metaetika (metaethics), yang berusaha untuk memberikan arti istilah dan bahasa yang dipakai dalam pembicaraan etika, serta cara berfikir yang dipakai untuk membenarkan pernyataan-pernyataan etika. Metaetika mempertanyakan makna yang dikandung oleh istilah-istilah kesusilaan yang dipakai untuk membuat tanggapan-tanggapan kesusilaan.
Apa yang mendasari para pengambil keputusan yang berperan untuk pengambilan keputusan yang tak pantas dalam bekerja? Para manajer menunjuk pada tingkah laku dari atasan-atasan mereka dan sifat alami kebijakan organisasi mengenai pelanggaran etika atau moral. Karenanya kita berasumsi bahwa suatu organisasi etis, merasa terikat dan dapat mendirikan beberapa struktur yang memeriksa prosedur untuk mendorong oragnisasi ke arah etika dan moral bisnis. Organisasi memiliki kode-kode sebagai alat etika perusahaan secara umum. Tetapi timbul pertanyaan: dapatkah suatu organisasi mendorong tingkah laku etis pada pihak manajerial-manajerial pembuat keputusan.
Jika kita berbicara tentang nilai dan akhlak dalam ekonomi dan mu'amalah Islam, maka tampak secara jelas di hadapan kita empat nilai utama,yaitu: Rabbaniyah (Ketuhanan), Akhlak, Kemanusiaan dan Pertengahan. Nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan (keunikan) yang utama bagi ekonomi Islam, bahkan dalam kenyataannya merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang tampak jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran Islam. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini memiliki cabang, buah, dan dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah Islamiah di bidang harta berupa produksi, konsumsi, sirkulasi, dan distribusi. Raafik Isaa Beekun dalam bukunya yang berjudul Islamic Bussines Ethics menyebutkan paling tidak ada sejumlah parameter kunci system etika Islam yang dapat dirangkum sbb:
o   Berbagai tindakan ataupun keputusan disebut etis bergantung pada niat individu yang melakukannya. Allah Maha Kuasa an mengetahui apapun niat kita sepenuhnya secara sempurna.
o   Niat baik yang diikuti tindakan yang baik akan dihitung sebagai ibadah. Niat yang halal tidak dapat mengubah tindakan yang haram menjadi halal.
o   Islam memberikan kebebasan kepada individu untuk percaya dan bertindakberdasarkan apapun keinginannya, namun tidak dalam hal tanggungjawab keadilan.
o   Percaya kepada Allah SWT memberi individu kebebasan sepenuhnya dari hal apapun atau siapapun kecuali Allah.
o   Keputusan yang menguntungkan kelompok mamyoritas ataupun minoritas secara langsung bersifat etis dalam dirinya.etis bukanlahpermainan mengenai jumlah.
o   Islam mempergunakan pendekatan terbuka terhadap etika, bukan sebagai system yang tertutup, dan berorientasi diri sendiri.Egoisme tidak mendapat tempat dalam ajaran Islam.
o   Keputusan etis harus didasarkan pada pembacaan secara bersama-sama antara Al-Qur'an danalam semesta.
o   Tidak seperti system etika yang diyakini banyak agama lain, Islam mendorong umat manusia untuk melaksanakan tazkiyah melalui partisipasi aktif dalam kehidupan ini. Dengan berprilaku secara etis di tengah godaan ujian dunia, kaum Muslim harus mampu membuktikan ketaatannya kepada Allah SWT.

h.      Prinsip-Prinsip Produksi dalam Islam
Al Qur’an dan hadits memberikan arahan tentang prinsip-prinsip produksi sbb:
1)      Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya.
2)      Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi melalui penelitian, eksperimen dan perhitungan dalam proses pengambangan produksi.
3)      Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia.
4)      Dalam berinovasi dan bereksperimen prinsipnya Islam menyukai kemudahan, menghindari mudharat dan memaksimalkan manfaat.

Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi adalah:
Ø  Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
Ø  Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.
Ø  Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi harus berdasarkan prioritas yang ditetapkan agama yaitu terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya akidah/agama, terpeliharanya nyawa, akal dan keturunan/kehormatan serta kemakmuran material.
Ø  Produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat.
Ø  Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual, mental dan fisik.

Menurut Mannan(1992), perilaku produksi tidak hanya menyandarkan pada kondisi permintaan pasar tetapi juga berdasarkan pertimbangan kemaslahatan. Sejalan dengan itu, Metwally (1992) menyatakan bahwa fungsi kepuasan perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh variable tingkat keuntungan, tetapijuga oleh pengeluaran yang bersifat charity atau good deeds. Sehingga fungsi utilitas dari pengusaha muslim adalah:
Umax = U(F, G)
Dimana : F = tingkat keuntungan
G = tingkat pengeluaran untuk good deeds/charity

Menurut Metwally, pengeluaran perusahaan untuk charity akan meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan, karena G akan menghasilkan efek penggandaan (multiplier effect) terhadap kemampuan daya beli masyarakat, pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan.
Tanpa adanya charity,yang dalam Islam diimplementasikan melalui kewajiban zakat, golongan miskin tidak akan mampu mengaktualisasikan permintaannya karena tidak memiliki daya beli. Pertentangan antara charity/shadaqahdan riba, dimana peran sistem keuangan berdasarkan riba sangat mendukung sistem ekonomi individualistis dan hedonis, sedangkan shadaqah sangat bersifat alturistis, dermawan dan penuh kesetiakawanan sosial.
Menurut Sayyid Quthb, riba adalah lawan shadaqah. Dalam dunia usaha modern saat ini peran sosial dari perusahaan menjadi hal yang penting dalam rangka menyelaraskan kepentingan perusahaan dengan masyarakat secara umum. Konsep CSR (Corporate Social Responsibility) dengan cara menyisihkan sebagian keuntungan bagi pemberdayaan masyarakat sekitar perusahaan.

D.    KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1)      Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam "memproduksi" tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif).
2)      Produksi harus memerhatikan norma dan etika yang telah ditetapkan dalam Islam.
3)      Penggunaan faktor-faktor produksi secara efisien terutama yang berasal dari sumber daya bertujuan untuk menjaga keseimbangan alam.
4)      Penentuan upah harus didasarkan pada beberapa kriteria seperti kebutuhan hidup, produktivitas dan kemampuan perusahaan.
5)      Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi konvensional, tujuan produksi dalam islam yaitu memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen. Sedangkan dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam. Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan keuntungan ditambah dengan berkah.



DAFTAR PUSTAKA

Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2, PT Dana Bakti Wakaf, Yogyakarta, 1996

Bambang Rudito & Melia Famiola, 2007. Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia

Dr. Mustafa Edwin Nasution, dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana, Jakarta,2006.

http://agustianto.niriah.com/2008/10/04/etika-produksidalam-islam/Aziz Budi



M.A. Mannan, Ekonomi Islam : Teori dan Praktik, PT Intermasa

Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Rabbani Press,
Jakarta, 2001


Tidak ada komentar:

Posting Komentar